55 NEWS – Sektor logistik Indonesia berada di persimpangan jalan, membutuhkan perubahan signifikan. Mahalnya biaya logistik menjadi sorotan utama, mendorong urgensi efisiensi dan digitalisasi sebagai kunci meningkatkan daya saing di kancah global.
Related Post
Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Djohan, menyatakan, "Logistik adalah jantung perdagangan. Sistem yang tidak efisien memicu biaya tinggi yang membebani semua sektor. Tujuan kami adalah mewujudkan logistik yang terpadu, transparan, dan kompetitif secara global," Sabtu (20/09/2025).
Menurut Akbar, transformasi logistik bukan hanya tentang pembangunan infrastruktur fisik, tetapi juga tentang harmonisasi sistem dan kebijakan, didukung oleh digitalisasi, keberlanjutan, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Saat ini, biaya logistik di Indonesia masih mencapai 14,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini dianggap terlalu tinggi dan berdampak negatif pada daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
"Jika kita ingin bersaing di level global, biaya logistik harus ditekan. Digitalisasi bukan lagi opsi, melainkan kebutuhan mendesak," tegas Akbar.
Salah satu inisiatif konkret yang sedang didorong oleh ALFI adalah implementasi sistem logistik terintegrasi berbasis teknologi. Akbar menjelaskan bahwa pemanfaatan big data, gudang pintar (smart warehouse), dan sistem pelabuhan modern akan memangkas rantai pasok dan menekan biaya secara signifikan.
"Digitalisasi akan menghadirkan efisiensi, transparansi, dan kecepatan layanan. Selain itu, kita juga harus mempersiapkan SDM yang mampu beradaptasi dengan teknologi baru," pungkas Akbar. Pemanfaatan teknologi terkini menjadi krusial untuk mengoptimalkan kinerja sektor logistik dan meningkatkan daya saing Indonesia.
Editor: Akbar soaks
Tinggalkan komentar