Kebijakan Tarif AS: Bencana Ekonomi atau Peluang Tersembunyi bagi RI?

Kebijakan Tarif AS: Bencana Ekonomi atau Peluang Tersembunyi bagi RI?

55 NEWS – Pengenaan bea masuk 32% oleh Amerika Serikat terhadap produk Indonesia telah menimbulkan gelombang kejut di sektor ekonomi dalam negeri. Industri padat karya, khususnya pakaian, aksesoris, produk rajutan, mebel, furnitur, dan perlengkapan rumah tangga, menjadi yang paling terpukul. Data dari 55tv.co.id menunjukkan potensi kerugian yang sangat signifikan, mengancam keberlangsungan ribuan usaha dan lapangan kerja.

COLLABMEDIANET

Analisis mendalam dari NEXT Indonesia mengungkapkan bahwa ketiga sektor tersebut telah mengekspor barang senilai US$6 miliar ke AS pada tahun 2024 saja. Selama periode 2020-2024, total ekspor mencapai angka fantastis US$30,4 miliar. Yang lebih mengkhawatirkan, AS mendominasi pasar ekspor komoditas tersebut, menyerap lebih dari separuh total ekspor Indonesia ke seluruh dunia. Contohnya, pasar AS menyerap 60,5% ekspor pakaian dan aksesoris rajutan Indonesia (US$12,2 miliar) dan 50,5% ekspor pakaian dan aksesoris non-rajutan (US$10,7 miliar) dalam periode tersebut. Industri mebel pun tak luput dari imbas kebijakan ini, dengan AS menyerap 58,2% ekspor senilai US$7,5 miliar.

Kebijakan Tarif AS: Bencana Ekonomi atau Peluang Tersembunyi bagi RI?
Gambar Istimewa : img.okezone.com

"Jika pengiriman ke AS terhambat karena tarif ini, ekspor komoditas-komoditas tersebut bisa terganggu bahkan kolaps," tegas Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center, Christiantoko, dalam keterangannya di Jakarta. Ia menekankan betapa besarnya ketergantungan Indonesia pada pasar AS untuk komoditas-komoditas tersebut.

Dampaknya meluas hingga ke sektor pengolahan makanan, khususnya produk olahan daging, ikan, krustasea, dan moluska. Kenaikan harga dan penurunan ketersediaan di pasar dalam negeri menjadi ancaman nyata.

Kebijakan tarif ini, yang diumumkan pada 9 April 2025, menimbulkan kekhawatiran serius. "Kebijakan tarif AS ini berisiko signifikan bagi Indonesia, karena memukul industri padat karya," ujar Christiantoko. Pertanyaannya kini, mampukah Indonesia mengatasi tantangan ini dan menemukan peluang baru di tengah badai ekonomi global? Atau justru, apakah ini momentum untuk melakukan diversifikasi pasar dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri?

Editor: Akbar soaks

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Tags:

Ikutikami :

Tinggalkan komentar