55 NEWS – Wacana redenominasi Rupiah kembali mencuat ke permukaan, seiring dengan sinyalemen Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tentang penataan ulang kebijakan nilai mata uang nasional. Langkah ini dipandang sebagai strategi krusial untuk memperkokoh kredibilitas Rupiah di mata dunia dan menekan laju dolarisasi yang semakin mengkhawatirkan.

Related Post
Ekonom Universitas Hasanuddin, Muhammad Syarkawi Rauf, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua KPPU RI, menekankan bahwa posisi Rupiah yang masih terpuruk di peringkat keenam mata uang terlemah di dunia menjadi ancaman serius bagi kedaulatan moneter Indonesia. "Nilai Rupiah yang sangat rendah terhadap Dolar AS menciptakan masalah kredibilitas dalam transaksi internasional. Bahkan, menurunkan fungsi Rupiah sebagai alat tukar, alat hitung, dan penyimpan kekayaan di dalam negeri," ungkap Syarkawi.

Kondisi ini memicu fenomena currency substitution, di mana masyarakat lebih memilih menyimpan aset dalam mata uang asing seperti Dolar AS, Euro, atau Dolar Singapura. Ironisnya, penggunaan Dolar AS bahkan merambah ke aktivitas sehari-hari seperti arisan di kalangan sosialita perkotaan.
Syarkawi memperingatkan bahwa currency substitution dapat menggerogoti identitas nasional dan melumpuhkan efektivitas kebijakan moneter. Bank Sentral kehilangan kendali atas jumlah uang beredar karena transaksi didominasi mata uang asing.
Solusi yang ditawarkan adalah redenominasi, sebuah langkah strategis untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap Rupiah. Syarkawi mencontohkan keberhasilan Turkiye pada tahun 2005 yang berhasil menghilangkan enam angka nol dari mata uangnya tanpa mengorbankan daya beli masyarakat.
"Proses serupa dapat diterapkan oleh Bank Indonesia dengan menghilangkan tiga angka nol dalam mata uang Rupiah. Misalnya, 1.000 Rupiah lama menjadi 1 Rupiah baru tanpa mengubah daya belinya," jelasnya.
Redenominasi, ditegaskan Syarkawi, tidak akan mempengaruhi nilai tukar atau daya beli masyarakat. Tujuannya semata-mata untuk menyederhanakan nilai nominal agar lebih efisien dan mudah digunakan. "Jika 1.000 Rupiah lama bisa membeli lima buah permen, maka 1 Rupiah baru pasca-redenominasi juga tetap dapat membeli lima buah permen," imbuhnya.
Lebih jauh, redenominasi diyakini dapat menghilangkan money illusion, yaitu persepsi keliru bahwa seseorang merasa kaya karena memegang uang dengan nominal besar padahal daya belinya rendah. Dengan nominal yang lebih kecil namun daya beli yang sama, masyarakat akan memiliki pandangan ekonomi yang lebih rasional terhadap nilai uang.
Syarkawi menyimpulkan, "Redenominasi akan meningkatkan kredibilitas Rupiah, memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap mata uang nasional, sekaligus menegaskan identitas moneter Indonesia." melalui 55tv.co.id.
Editor: Akbar soaks









Tinggalkan komentar