55 NEWS – Industri kecerdasan buatan (AI) di Indonesia menghadapi tantangan besar yang tak terduga: kesalahpahaman publik yang meluas. Alih-alih masalah teknis yang rumit, hambatan utama justru terletak pada ekspektasi yang tidak realistis terhadap kemampuan AI.

Related Post
Bintang Hidayanto, Pendiri Gani AI, mengungkapkan bahwa banyak pihak masih menganggap AI sebagai solusi ajaib yang dapat menyelesaikan semua masalah secara otomatis. "Banyak yang masih menganggap AI sebagai solusi maha-bisa. Padahal, AI seharusnya diposisikan sebagai alat bantu yang terbatas, bukan solusi otomatis untuk semua masalah," ujarnya pada Minggu (28/9/2029).

Menurut Bintang, kunci keberhasilan implementasi AI terletak pada pemahaman yang tepat tentang fungsinya. AI akan memberikan dampak optimal jika digunakan sebagai mesin pendorong untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja. Dengan kata lain, AI adalah alat yang ampuh, tetapi tetap membutuhkan arahan dan pengawasan manusia.
Selain kesalahpahaman publik, kekhawatiran terhadap privasi data juga menjadi perhatian utama, terutama di kalangan klien korporasi. Gani AI mengambil pendekatan unik untuk mengatasi masalah ini. Alih-alih menghubungkan model AI pihak ketiga langsung ke sistem pengguna, mereka menjalankan model tersebut di infrastruktur milik sendiri.
"Pendekatan kami sedikit berbeda dari kebanyakan perusahaan AI as a Service. Model tersebut kami salin, kami jalankan di server milik kami sendiri, sehingga seluruh data dan proses tetap berada dalam sistem yang kami kendalikan. Ini untuk mencegah potensi kebocoran data ke pihak ketiga," jelas Bintang. Langkah ini memberikan jaminan keamanan data yang lebih tinggi kepada klien, sekaligus membangun kepercayaan terhadap penggunaan teknologi AI.
Dengan mengatasi kesalahpahaman publik dan memberikan jaminan keamanan data, industri AI di Indonesia dapat membuka potensi penuhnya dan memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi.
Editor: Akbar soaks
Tinggalkan komentar