55 NEWS – Gelontoran dana sebesar Rp200 triliun dari pemerintah ke bank-bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) dan Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi sorotan tajam. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa bahkan memberikan peringatan keras kepada para direktur utama (dirut) bank BUMN terkait penyaluran dana tersebut. Salah urus, kredit macet membengkak, jabatan dirut bisa jadi taruhannya.

Related Post
Dana segar ini, yang dialokasikan ke lima bank BUMN raksasa – Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI) – bukan berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) atau Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Tujuannya jelas, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit.

Namun, Menkeu Purbaya menekankan bahwa penyaluran kredit dari dana deposito pemerintah ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Risiko kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) menjadi momok yang harus dihindari. Jika NPL sampai melonjak akibat penyaluran kredit yang serampangan, konsekuensinya bisa sangat serius, termasuk evaluasi kinerja dan potensi penggantian dirut bank BUMN yang bersangkutan.
Peringatan keras dari Menkeu ini menunjukkan betapa krusialnya peran para dirut bank BUMN dalam mengelola dana publik secara efektif dan bertanggung jawab. Mereka dituntut untuk cermat dalam memilih debitur, melakukan analisis risiko yang komprehensif, dan memastikan kredit disalurkan kepada sektor-sektor produktif yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian.
Dengan kata lain, para dirut bank BUMN kini berada di bawah tekanan besar. Mereka harus mampu memanfaatkan dana Rp200 triliun ini untuk memacu pertumbuhan kredit tanpa mengorbankan kualitas aset dan stabilitas keuangan bank. Jika gagal, bukan tidak mungkin kursi mereka akan menjadi korban.
Editor: Akbar soaks









Tinggalkan komentar