55 NEWS – Masyarakat Indonesia kini dihadapkan pada pilihan sistem pembayaran listrik yang beragam, antara prabayar dan pascabayar. Pertanyaan yang sering muncul adalah, manakah yang lebih hemat dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing?

Related Post
Dahulu, pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) terbiasa dengan sistem pascabayar, di mana konsumsi listrik dihitung setiap bulan dan tagihan dibayarkan di bulan berikutnya. Sistem ini mengharuskan PLN untuk melakukan pencatatan meter, penerbitan rekening, penagihan, hingga pemutusan aliran listrik bagi pelanggan yang terlambat membayar.

Namun, kini hadir sistem prabayar yang menawarkan kendali penuh kepada pelanggan atas penggunaan listrik mereka. Layaknya pulsa pada telepon seluler, pelanggan membeli token listrik (voucher) melalui ATM atau loket pembayaran online. Token yang terdiri dari 20 digit angka ini kemudian dimasukkan ke dalam Meter Prabayar (MPB).
Lantas, mana yang lebih hemat? Jawabannya tidaklah sederhana dan bergantung pada pola konsumsi serta disiplin keuangan masing-masing individu. Sistem prabayar memungkinkan pelanggan untuk memantau dan mengendalikan penggunaan listrik secara real-time, sehingga potensi pemborosan dapat diminimalisir. Namun, jika tidak bijak dalam mengelola anggaran listrik, bukan tidak mungkin pengeluaran justru membengkak.
Di sisi lain, sistem pascabayar memberikan kemudahan dalam pembayaran, namun rentan terhadap penumpukan tagihan jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi pelanggan untuk mempertimbangkan kebiasaan konsumsi listrik dan kemampuan finansial sebelum memutuskan sistem pembayaran yang paling sesuai.
Editor: Akbar soaks









Tinggalkan komentar