55 NEWS – Data mengejutkan terungkap dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Program buyback saham yang diluncurkan beberapa waktu lalu ternyata belum menunjukkan hasil signifikan. Hingga 9 April 2025, dari total anggaran Rp14,97 triliun, baru Rp429,72 miliar atau sekitar 2,87% yang terealisasi. Ini berdasarkan laporan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, yang disampaikan Selasa (29/4/2025) di Jakarta. Informasi ini tentu mengundang pertanyaan besar tentang efektivitas kebijakan relaksasi buyback yang dikeluarkan OJK.

Related Post
Kebijakan relaksasi buyback yang diumumkan pada 19 Maret 2025 memang memberikan kemudahan bagi emiten. Mereka diizinkan melakukan pembelian kembali saham tanpa perlu persetujuan RUPS, selama memenuhi ketentuan POJK Nomor 13 Tahun 2023 dan POJK Nomor 29 Tahun 2023. Namun, realisasinya jauh dari ekspektasi. Dari 21 emiten yang berpotensi memanfaatkan kebijakan ini, baru 15 emiten yang melakukan buyback dengan total nilai yang sangat minim.

Kondisi ini menimbulkan spekulasi di kalangan pelaku pasar modal. Apakah ada kendala yang menghambat proses buyback? Apakah regulasi yang ada masih menyisakan celah yang perlu diperbaiki? Atau, apakah minat emiten untuk melakukan buyback memang tidak sebesar yang diperkirakan? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab secara transparan oleh OJK agar pasar modal tetap sehat dan terhindar dari spekulasi yang dapat merugikan investor. Kejelasan informasi dan evaluasi menyeluruh atas kebijakan ini menjadi kunci untuk meningkatkan kepercayaan investor dan mendorong pertumbuhan pasar modal Indonesia. Pasalnya, angka yang terbilang kecil ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektifitas kebijakan tersebut dan potensinya untuk mendorong pertumbuhan pasar modal ke depannya. Apakah ada hambatan lain yang belum teridentifikasi? Jawabannya masih menjadi misteri.
Editor: Akbar soaks
Tinggalkan komentar