55 NEWS – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya angkat bicara setelah kediamannya menjadi sasaran aksi massa pada Minggu malam, 31 Agustus 2025. Dalam pernyataannya, Sri Mulyani menyoroti pentingnya menjaga demokrasi yang sehat dan konstruktif di Indonesia.

Related Post
Sri Mulyani menyampaikan permohonan maaf jika selama mengemban amanah sebagai pejabat negara masih terdapat kekurangan. Ia berjanji untuk terus berbenah diri dan meningkatkan kinerja. Lebih lanjut, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus merawat persatuan dan kesatuan bangsa.

Pernyataan lengkap Sri Mulyani tersebut disampaikan melalui akun Instagram pribadinya, Senin (1/9/2025). "Terima kasih atas simpati, doa, kata-kata bijak, dan dukungan moral semua pihak dalam menghadapi musibah ini," tulisnya.
Sri Mulyani menekankan bahwa membangun Indonesia adalah sebuah perjuangan yang tidak ringan, penuh tantangan, dan terkadang berbahaya. Ia mengingatkan bahwa para pendahulu bangsa telah melewati masa-masa sulit tersebut.
"Politik adalah perjuangan bersama untuk tujuan mulia kolektif bangsa, tetap dengan etika dan moralitas yang luhur," imbuhnya.
Sebagai pejabat negara, Sri Mulyani menegaskan bahwa dirinya terikat sumpah untuk menjalankan UUD 1945 dan seluruh undang-undang yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa undang-undang disusun melalui proses yang melibatkan pemerintah, DPR, DPD, serta partisipasi masyarakat secara terbuka dan transparan.
Sri Mulyani juga menyinggung mekanisme yang tersedia bagi masyarakat jika merasa tidak puas atau hak konstitusinya dilanggar oleh undang-undang. "Apabila publik tidak puas dan hak konstitusi dilanggar UU, dapat dilakukan judicial review (sangat banyak) ke Mahkamah Konstitusi. Bila pelaksanaan UU menyimpang dapat membawa perkara ke pengadilan hingga ke Mahkamah Agung. Itu sistem demokrasi Indonesia yang beradab," jelasnya.
Ia mengakui bahwa sistem demokrasi Indonesia belum sempurna, namun mengajak seluruh pihak untuk terus meningkatkan kualitas demokrasi dengan cara yang beradab, bukan dengan anarki, intimidasi, atau represi.
Editor: Akbar soaks









Tinggalkan komentar