55 NEWS – Laporan terbaru IMF World Economic Outlook 2025 mengungkap fakta mengejutkan terkait angka pengangguran di kawasan ASEAN. Indonesia, negara dengan ekonomi terbesar di kawasan tersebut, justru menempati peringkat teratas dengan tingkat pengangguran 5%. Data ini dirilis pada Rabu (7/5/2025) dan menimbulkan pertanyaan serius bagi para pengamat ekonomi. Bagaimana bisa negara dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil justru memiliki angka pengangguran tertinggi di ASEAN?
Related Post
Meskipun angka pengangguran Indonesia mengalami penurunan tipis dari 5,2% pada 2024 menjadi 5% di tahun 2025, kenyataannya Indonesia masih memimpin daftar negara dengan angka pengangguran tertinggi di ASEAN. Filipina berada di posisi kedua dengan angka 4,5%, disusul Malaysia (3,2%), Vietnam dan Singapura (masing-masing 2%), serta Thailand (1%). Data pengangguran untuk Kamboja, Myanmar, dan Laos sendiri tidak tersedia dalam laporan IMF tersebut.
Ironisnya, data IMF ini bertolak belakang dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2025. BPS mencatat sebanyak 7,28 juta orang menganggur, meningkat 38 ribu orang atau 1,11% dibandingkan Februari 2024. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan peningkatan ini terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk usia kerja dan angkatan kerja, namun penyerapan tenaga kerja di pasar kerja belum mampu mengimbanginya.
Perbedaan data antara IMF dan BPS ini tentu menimbulkan pertanyaan. Apakah terdapat perbedaan metodologi pengumpulan data yang menyebabkan disparitas angka? Atau adakah faktor lain yang perlu dipertimbangkan untuk memahami fenomena ini? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dikaji lebih lanjut untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif terkait kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk menekan angka pengangguran dan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak, sebelum situasi ini semakin memburuk dan mengancam stabilitas ekonomi nasional. Ketimpangan data ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat sasaran.
Editor: Akbar Soaks
Tinggalkan komentar