55 NEWS – Hubungan dagang Indonesia dengan dua raksasa ekonomi dunia, China dan Amerika Serikat (AS), tengah menjadi sorotan. Di tengah tensi perang dagang global, siapa sebenarnya yang lebih menguntungkan Indonesia? Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2025 mengungkap fakta menarik di balik surplus dan defisit perdagangan RI.

Related Post
Dari data BPS, China masih kokoh sebagai pemasok utama barang impor nonmigas Indonesia, menguasai pangsa pasar hingga 39,96% atau senilai USD6,31 miliar pada Maret 2025. Angka ini bahkan meningkat jika dibandingkan bulan sebelumnya. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers Senin (21/4/2025), menegaskan peningkatan impor dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Artinya, meskipun terdapat tensi geopolitik, ketergantungan Indonesia pada produk-produk China masih cukup signifikan.

Namun, di sisi lain, cerita berbeda terungkap dari sisi ekspor. AS justru menjadi negara tujuan ekspor nonmigas terbesar yang memberikan surplus signifikan bagi Indonesia pada Maret 2025, mencapai USD1,98 miliar. India (USD1,04 miliar) dan Filipina (USD0,71 miliar) menyusul di posisi berikutnya. Fakta ini menunjukkan potensi besar pasar AS bagi produk-produk Indonesia dan sekaligus menjadi pelicin defisit neraca perdagangan yang diakibatkan oleh impor dari China.
Kesimpulannya, hubungan dagang Indonesia dengan China dan AS menunjukkan gambaran yang kompleks. Meskipun impor dari China mendominasi, surplus yang diperoleh dari ekspor ke AS memberikan keseimbangan yang penting bagi perekonomian Indonesia. Tantangan ke depan terletak pada bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan kedua hubungan tersebut secara optimal, mengurangi ketergantungan pada impor sekaligus meningkatkan daya saing produk ekspornya di pasar global. Apakah Indonesia mampu memaksimalkan peluang ini dan mengurangi ketergantungan pada impor dari China? Pertanyaan ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
Editor: Akbar Soaks
Tinggalkan komentar